BIOGRAFI SYEKH JANGKUNG
Wali yang termasuk murid Sunan Kalijaga ini terkenal dengan keluguannya. Sifat itu membawanya pada ketulusan sejati seorang manusia.
Masyarakat Desa Miyono gempar. Branjung, salah satu warga yang cukup terpandang karena kekayaannya, ditemukan tewas di kebun belakang rumahnya. Segera petugas dari desa mengusut ke tempat kejadian perkara, menyelidiki sebab kematian Branjung dan siapa pembunuhnya.
Di saat warga Desa Miyono sudah berkerumun di rumah Branjung tiba-tiba muncul Saridin. Masyarakat langsung menunjukkan pandangan pada adik ipar Branjung yang terkenal melarat itu. Saridin datang dengan sebilah bambu runcing yang ujungnya berlumuran darah. Segera Saridin dipanggil. “Kemari kamu, Din,” ujar seorang petugas.
“Ya… saya tuan,” jawab Saridin.
“Kamu tahu siapa yang membunuh Branjung?” ujar petugas itu sambil menunjuk mayat Branjung dengan sikap menyelidik. Saridin menggeleng. Tapi petugas yang sudah curiga itu tak mau menyerah. Mayat Branjung yang mengenakan baju macan ia rapikan lagi hingga tubuh Branjung yang terbaring itu kini menyerupai macan. “Nah, kalau ini kamu tahu siapa yang membunuh?” tanya petugas itu lagi.
“Lha, kalau macan ini saya membunuh,” jawab Saridin. Tak ayal warga Desa Miyono gempar dengan pernyataan Saridin itu. Berarti Saridin-lah yang membunuh Branjung.
Semalam memang telah terjadi peristiwa pembunuhan di kebun belakang rumah Branjung. Ceritanya diawali ketika Saridin menjagal buah durian yang kepemilikannya ia bagi dua dengan abang iparnya, Branjung. Perjanjiannya adalah setiap durian yang jatuh pada siang hari dimiliki oleh Brajung, sedang yang jatuh pada malam hari dimiliki oleh Saridin. Branjung yang mengajukan perjanjian itu. Rupanya Brajung salah mengira, ia pikir pada siang hari durian jatuh dari pohon. Padahal durian jatuh pada umumnya pada malam hari.
Jelas saja setiap siang Branjung tidak mendapat durian satu pun. Sedangkan pada malam hari ia mengintip ke kebun dan melihat Saridin selalu mendapatkan durian jatuh dalam jumlah cukup banyak. Kenyataan ini membuat Brajung memiliki niat licik. Merasa telah rugi ia berencana menakut-nakuti Saridin dengan menyamar sebagai macan. Dan tanpa pikir panjang segeralah ia bergerak sambil berjalan meniru macan.
Pertama Saridin tidak menyadari keberadaan abang iparnya yang menyamar jadi macan itu, tapi Saridin mulai curiga saat ia tidak menemukan durian dari arah suara jatuh yang ia dengar. Begitu sampai beberapa kali, sampai ia memergoki seekor macan yang membawa durian di tangannya. Tahulah Saridin sekarang, si macan yang kurang ajar itulah yang telah menyusup ke kebunnya. Merasa terancam dengan keberadaan macan itu Saridin langsung membunuhnya dengan bambu di genggamannya.
Dijebloskan ke Penjara
Dibawalah Saridin menghadap kepala desa untuk disidang secara adat. “Saridin, benar kamu telah membunuh kakak iparmu?” tanya kepala desa menegaskan.
“Pak kepala desa, demi Tuhan saya tidak membunuh kakak ipar sendiri,” jawab Saridin polos. Sebagaimana dilakukan petugas keamanan desanya, kepala desa lalu menutup lagi tubuh Branjung dengan pakaian macannya. “Nah, kalau macan ini kamu yang membunuh?” tanya kepala desa. “Ya, betul saya yang membunuh macan ini sebab ia mencuri durian saya,” jawab Saridin. Begitu terus sampai berulang-ulang. Saridin tetap tidak mengakui telah membunuh Branjung. Ia hanya membunuh macan, sebab memang itulah yang terjadi.
Kepala desa merasa bingung apa yang harus ia putuskan. Di satu sisi ia mengetahui bahwa Branjung telah dibunuh oleh Saridin, tapi Saridin tidak bisa dihukum sebab yang ia bunuh adalah macan, samaran kakak iparnya. Karena merasa tidak bisa mencari solusi masalah yang baru pertama kali terjadi ini, Kepala Desa Miyono membawa kasus ini ke Kadipaten Pati.
Di hadapan Joyo Kusumo, Bupati Pati, kejadian tadi kembali berulang. Kalau pakaian macan Branjung dibuka, Saridin tidak mengakui ia telah membunuh, sedang kalau pakaian Branjung dirapatkan Saridin mengakui ia telah membunuh. Tahulah Bupati, Saridin yang dihadapannya ini adalah orang desa yang lugu dan dungu maka dengan sedikit berbohong ia berkata.
“Ya sudah, Din, kalau begitu macan yang salah, karena macan salah, ia harus dikubur, kamu sendiri akan saya beri penghargaan karena telah membunuh macan. Kamu nanti akan saya pindahkan ke bangunan besar, di sana kamu akan diberi makan gratis setiap hari, kamu bebas tidur atau mengerjakan apa saja, tapi kamu tidak boleh keluar, kamu hanya boleh keluar kalau kamu bisa. Nanti kalau kamu mau mandi akan ada orang yang mengantar dan menjaga kamu,” ujar Joyo Kusumo kepada Saridin.
Sebagai orang yang melarat tentu saja Saridin senang mau diberi makan gratis. Apalagi kalau mandi akan diantar, “Wah, mirip Priyayi,” ujar Saridin gembira. Maka dibawalah Saridin ke tempat enak yang tidak lain adalah penjara itu. Di sana ia mendekam sebagai tahanan. Disitulah Saridin mulai menyadari apa yang menimpanya. Karena Bupati membolehkan dirinya keluar dari penjara kalau ia bisa. Saridin ingin keluar untuk minta maaf pada istrinya sebab telah menjadi suami yang berulah. Di sana pula Saridin menghayati wejangan Sunan Bonang, yang mengatakan, jika seorang manusia telah menyatukan rasa dengan Sang Pencipta, apa yang diingnkan pasti akan terlaksana.
Begitulah Saridin dapat pulang dan minta maaf kepada istrinya. Beberapa kali itu ia lakukan. Tapi dasar lugu dan jujur, setelah menengok sang istri, Saridin pulang kembali ke penjara. Sampai akhirnya kelakuannya ini diketahui petugas dan membuat berang Bupati, Saridin dijatuhi hukuman mati tapi berhasil meloloskan diri karena Bupati memperbolehkan dirinya kabur bila berhasil lolos dari kepungan prajurit.
Demikianlah satu babak dalam cerita Saridin yang turun temurun dalam tradisi masyarakat Pati. Tokoh ini dikenal masyarakat sebagai seorang wali yang memiliki keluguan tiada tara. Ia memang rakyat biasa yang polos, tapi justru karena kepolosannya itulah yang membuat menguasaai ilmu hakikat.
Saridin yang juga dinamai Syekh Jangkung, hidup di daerah Kajen, Pati. Daerah itu masih ada sampai sekarang. Mengenai kelahirannya tidak ada data yang kongkrit yang m,encatatnya. Tapi menurut kisah turun temurun yang hidup subur dikalangan masyarakat dan pesantren di Pati. Saridin diyakini hidup se zaman dengan para walisongo, yakni pada abad ke-15.
Cerita Lucu di Kudus
Keberadaan Syekh Jangkung amat terkait dengan Sunan Kalijaga. Wali keramat inilah yang mengajarkan Saridin ilmu hakikat. Konon, Sunan Kalijaga juga yang menolongnya saat bayi dibuang oleh ibunya di sungai. Makanya kemudian Saridin mengamalkan beberapa wejangan sufistik dari Sunan Bonang yang ia dapatkan dari Sunan Kalijaga.
Keberadaan Saridin juga tidak bisa lepas dari Sunan Kudus. Saat melarikan diri ke kabupaten Pati, Saridin bertemu dengan Sunan Kalijaga yang menyuruhnya belajar di pesantren Sunan Kudus di Kudus. Maka berangkatlah Saridin untuk menuntut ilmu.
Sekalipun ia murid baru, Saridin sudah menguasai dasar-dasar agama. Seperti syahadat dan rukun iman yang didapatnya dari Sunan Kalijaga. Kepada Sunan Kudus Saridin menggali lagi makna kalimat suci itu. Saat mengaji itulah beberapa peristiwa unik terjadi.
Karena murid baru dikerjai oleh murid-murid lama. Para santri setiap hari diwajibkan mengisi tempat air untuk wudu. Nah, Saridin yang juga terkena kewajiban itu rupanya tidak kebagian ember. Para santri lama tak ada satupun yang mau meminjamkan ember padanya.
Melihat Saridin bingung kesulitan mendapatkan ember, seorang santri bilang dengan maksud mengolok. “Din, kamu tidak kebagian ember ya, tuh ada keranjang…. Bawa saja air di sumur itu pakai keranjang,” ujar santri itu sambil menahan senyum. Terdorong melaksanakan kewajibannya Saridin membawa saja keranjang itu. Ajaib, air yang seharusnya lolos di sela-sela lubang keranjang itu, malah dapat tertampung hingga Saridin dapat mengisi tempat wudu sampai penuh. Para santri yang melihat hanya melongo melihat ulah Saridin.
Berita itu akhirnya sampai kepada Sunan Kudus. Di hadapan mursyidnya itu Saridin dengan jujur menceritakan semuanya tanpa ada satupun yang tertinggal. Menganggap Saridin sedang menyombongkan diri dengan kelebihannya, Sunan Kudus lalu mengetes Saridin. “Din… kamu ;kan tadi mengisi air, sekarang di tempat wudu itu apakah ada ikannya?” tanya Sunan Kudus. “Setiap air pasti ada ikannya, Kanjeng Sunan, begitu pula di tempat air wudu itu,” jawab Saridin polos. Para santri yang mendengar jawaban Saridin kontan tertawa. “Mana mungkin tempat wudu ada ikannya,” pikir mereka. Tapi setelah di cek memang betul ditemukan ikan di dalamnya.
Sunan Kudus gusar melihatnya, kali ini Sunan Kudus merasa ditantang. “Baik, Saridin, sekarang apa yang ada ditanganku ini?” ujar Sunan Kudus. “Buah kelapa, kanjeng,” jawab Saridin pelan.
“Katamu setiap air ada ikannya, kelapa ini didalamnya ada airnya, apakah kau tetap mengatakan bahwa dalam kelapa ini ada ikannya?” tanya Sunan Kudus lagi. “Ada Kanjeng,” jawab Saridin polos. Kembali hadirin tertawa karena menganggap Saridin dungu. Tapi setelah kelapa itu dibelah kagetlah mereka semua, termasuk Sunan Kudus, karena didalamnya ada ikan hidup yang berenang di air kelapa. Menganggap Saridin melakukan hal-hal yang tak patut, yaitu memperlihatkan karomah diri pada orang lain. Sunan Kudus marah, dan Saridin pun di usir dan tidak boleh menginjak tanah Kudus lagi.
Dengan putus asa Saridin pergi, rupanya hal yang dialaminya diketahui Sunan Kalijaga. Wali yang bijak ini lalu menasehati Saridin untuk sabar sekalipun perbuatannya tadi dilakukan tanpa maksud menyombongkan diri. Sikap Sunan Kudus juga dijelaskan oleh Sunan Kalijaga sebagai sikap yang wajar seorang manusia biasa yang merasa malu jika dipermalukan di depan orang lain di hadapan murid-muridnya. Setelah peristiwa itu Sunan Kalijaga Menyuruh Saridin mengasingkan diri untuk lebih dalam mengenal Allah SWT serta menjalani latihan-latihan rohani untuk menyatu dengan-Nya.
Setelah lulus Saridin kembali ke masyarakat, ia kemudian dikenal sebagai sufi yang namanya cukup disegani di masa Kerajaan Mataram. Ia mengajarkan konsep-konsep tasawuf pada orang-oarang yang ingin mengaji padanya. Ia menetap kembali di Kajen, tanah kelahirannya, sampai wafat. Makamnya masih sering diziarahi orang sampai sekarang.
BIOGRAFI SYEH AHMAD MUTAMAKIN
Syeh Ahmad Mutakim adalah seorang yang disegani serta berpandangan jauh, salah satu tokoh yang berjasa besar dalam penyebaran Agama Islam di Utara Pulau Jawa terkhusus wilayah Pati. Beliau juga seorang yang arif dan bijaksana. ia pernah mencari ilmu sampai ke negeri - negeri Arab selama bertahun-tahun. belajar ilmu-ilmu dibidang Syariat, selanjutnya belajar Thoriqoh menurut dorongan hatinya, sebagai landasan hidupnya.
Dalam perjalanannya mencari ilmu itu, beliau mendapat seorang guru besar bernama Syaikh Zain Al- Yamani. Setelah beberapa lama berguru, beliau mendapat pengesahan resmi dari guru besar tersebut, ia mohon pamit pulang ke Jawa pulang untuk segera mengamalkan ilmu-ilmu yang diperolehnya.
Beliau melanjutkan perjalanan sampai ke Desa Cebolek untuk menyebarkan Agama Islam sampai kepedalaman, beliau memasuki wilayah baru. Dan bertemu dengan H. Syamsudin yang dikenal dengan sebutan Surya Alam, sehingga nama wilayah itu Kajen dari kata “Kaji Ijen”. Beliau mendapat kepercayaan dari H. Syamsudin untuk ditempati dan mengolah daerah tersebut menjadi Desa yang dapat mengenal Agama Islam.
Selain belajar dan meperdalam Ilmu Pengetahuan agama dengan bersungguh-sungguh, ia juga belajar melatih jiwa dalam mengendalikan hawa nafsu, beliau pernah melatih dengan puasa, disaat mau buka puasa, beliau memasak yang paling lezat. Kemudian beliau mengikat diri dan tangannya pada tiang rumah. Masakan yang tersaji di maja makan hanya ia pandangi saja. Beliau mau menguji tingkat kesabaran hatinya. Namun yang keluar kedua ekor anjing.Yang bernama Abdul Qohar dan Qumarudin sebagai lambang nafsu yang keluar dari diri manusia. Kuda mahluk tersebut memakan habis hidangan yang berada di meja makan. Pemberian nama pada kedua anjing tersebut seperti nama seorang penghulu dan khotib Tuban.
Pada suatu hari beliau kedatangan tamu, yang kebetulan saat itu Syeh Ahmad Mutamakin mendapat satu makanan yang hanya berisikan ikan asin kering. Kemudian tamu itu diajak makan bersama, namun si Tamu melahap habis nasi sama ikan kering tersebut. Tamu tersebut marah dan mau naik pitam ketika Syeh Ahmad Mutamain bilang bahwa anjing mereka saja tidak suka sama Ikan kering. Hal tersebut sangat menghinanya, maka dia menyebarkan isyu kepada para ulama-ulama se jawa.
Selebaran-selebaran tersebut mengatakan bahwa Syeh Ahmad Mutamakin sebagai seorang Muslim senjati telah memelihara anjing dan memeberi nama anjing tersebut dengan nama orang seperti Qomarudin dan Abdul Qohar, selain itu Beliau gemar melihat dan mendengarkan wayang dengan cerita Bima Suci dan Dewa Ruci.
Pihak keraton mendengar berita tersebut, sehingga ia mengutus seorang ulama bernama Ki Kedung Gede untuk menguji kebenaran tersebut sebelum Keraton memanggil dengan surat teguran atau panggilan dari pihak keraton. Syeh Ahmad Muthamakin tahu maksud hati dari tamu tersebut. Sehingga Syeh Ahmad Mutamakin bahwa beliau belum tahu huruf alif sekalipun, Ki Kedung Gede semakin Gusar, karena maksud yang ada dalam pikirannya telah tertebak dengan benar oleh Syeh Ahmad Mutamakin.
Selebaran yang telah beredar di seluruh ulama Jawa, ulama-ulama tersebut mendesak kepada pihak keratin. untuk mengadakan sidang pengadilan terhadap Syeh Ahmad Mutamakin yang telah keliru dalam pemahaman terhadap Agama Islam. Mereka kuatir bila hal ini tidak diatasi akan berdapak buruk pada penyebaran Agama Islam di pulau Jawa.
Persidangan terhadap Syeh Ahmad Mutamakin dihadiri oleh ulama seluruh jawa. Seperti Khotib Anom dari Kudus, Ki Witono dari Surabaya, Ki Busu dari Gresik. Dan ulama-ulama lainnya. Mereka sepakat menyidangkan Syeh Ahmad Mutamakin pada persidangan kartosuro. Selanjutnya tuntutan terhadap beliau dibacakan oleh Patih Danurejo, setelah mereka membacakan tuntutan-tuntutan tersebut. Patih menyuruh anak buahnya segera mengutus dua orang sebagai duta tugas kepada Syeh Ahmad Mutamakin.
Undangan yang hadir banyak sekali merka ingin menyaksikan Sidang Pengadilan Syeh Ahmad Mutamakin. Dalam persidangan tersebut terjadi dua kelompok yang satu membela mati-matian Syeh Ahmad Mutamakin sedangkan kelompok yang satu menentang keras apa yang pernah dilakukan oleh Syeh Ahmad Mutamakin. Dalam persidangan tersebut yang paling menonjol dalam adu argumentasi adalah Khotib Anom Kudus, Patih Danurejo, dan utusan Demang Irawan yang merupakan utusan yang ditugaskan oleh Raja untuk mengawasi persidanganSyeh Ahmad Mutamakin.
Persidangan menjadi a lot, karena pihak penuntut menghendaki Syeh Ahmad Mutamakin dihukum pancung, karena telah melanggar syareat Agama, sedangkan kelompok yang satu membela matia-matian Syeh Ahmad Mutamakin. Akhirnya sidang ditunda sampai besuk. Karena bukti-bukti yang mengarah untuk dijadikan bukti untuk memvonis belum ada.
Raja Kartosuro memanggil Demang Irawan untuk mengetahui hasilnya dan kondisi terakhir persidangan tersebut. Atas saran Demang Irawan, Raja ingin memanggil Syeh Ahmad Mutamakin langsung empat mata. Raja bermimpi tentang sebidang petak sawah yang sebagian ditanami, sebagian menguning, sebagian Ketam. Mimpi tersebut selalu menghantui pikirannya, akhirnya Syeh Ahmad Mutamakin disuruh menafsirkan mimpi sang Raja. Syeh Ahmad Mutamakin menafsirkan mimpi Raja, bahwa Syeh Ahmad Mutamakin dapat bebas dari tuntutan pengadilan.
Setelah peristiwa tersebut, paduka Raja memrintahkan kepada Patih Danurejo untuk segera membebaskan Syeh Ahmad Mutamakin. Namun hal ini masih ada ulama seperti Khotib Anom yang masih keberatan akan keputusan raja tentang vonis bebas Syeh Ahmad Mutamakin. Mereka berhadapan dengan ulama uang membela Syeh Ahmad Mutamakin seperti Ki Kedung Gede.
Akhirnya Syeh Ahmad Mutamakin dan Khotib Anom dipanggil menghadap keraton. Tentang perbedaan pendapat yang tidak ada habis-habisnya. Dan diadakan tafsir Serat Dewa Ruci dan Bimo Suci diantara keduanya. Syeh Ahmad Mutamakin menerjemahkan serat tersebut dan mempraktekaan dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan Khotib Anom kesulitan dalam memaknai atau tafsir mimpi Dewa Ruci/Bima Suci. Akhirnya Khotib Anom mengakui kepandaian, dan kearifan Syeh Ahmad Mutamakin.
Syeh Ahmad Mutamakin berhasil lolos dari hukuman pancung. Bahkan beliau mendapat bumi perdikan kajen. Yaitu daerah yang bebas pajak negara. Beliau diberikan kebebasan dalam menyebarkan Agama yang harus sesuai dengan kridor Islam. Syeh Ahmad Mutamakin memiliki murid-murid besar seperti Kyai /Syeh Ronggo Kusumo,Kyai Mizan, R. Sholeh dan murid-murid lainnya yang tersebar dimana-mana.
Cerita tentang Syeh Ahmad Mutahamakin berasal dari Serat Cebolek, yang mengisahkan Ki Cebolek dalam kiprahnya menyebarkan Agama Islam Di Pantai Utara Jawa.
Ada versi yang mengatakan bahwa Syeh Ahnad Mutamakin, merantau dari negeri Arab kemudian terus mengajarkan agama ke pesisir. Ketika beliau habis menunaikan ibadah Haji, beliau diantar oleh murid-murid beliau sebangsa jin. Kemudian di alihkan kepada seokor Ikan Mladang. Yang disangka kayu balok.. kemudian mendarat ke Desa Cebolek “cebul-cebul melek” (tiba-tiba dapat membuka mata). Nama Desa Cebolek, ada versi yang mengatakan bahwa desa tersebut terletak di daerah Tuban, yang sekarang bernama Desa Winong. Kemudian ketika Syeah Mutamakin berada di wilayah Pati, nama-nama Desa yang ada di Tuban di gunakan di desa baru dfi wilayah Pati. Ini juga mirip dengan Sunan Kudus yang memberi nama wilayah Kudus seperti wilayah timur tengah “al Quds”.
Syeh Ahmad Mutamakin melihat seberkas sinar dari sebelah barat. Ia menuju sinar tersebut dan bertemu dengan H. Syamsudin. Ia mendapat kepercayaan untuk tinggal di wilayah Kajen. Ini mirip dengan cerita Kudus, ketika K. Telingsing menyerahkan Kudus kepada Jafar Sidik (Sunan Kudus)
Kontroversi Syeh Mutamaikn hampir sama dengan apa yang pernah dilakukan Syeh Siti Jenar, Sunan Panggung dan Syeh Among Rogo, al hallaj (Bagdad). Mereka adalah tokoh pernyebaran Islam di Jawa yang tidak sejalan dengan apa yang menjadi keputusan Agama Islam Keraton.
Cerita ini ditulis dalam Serat Cebolek karya R. Ng. Yasadipura I (1729-1803). Penulis produktif istana Kartasura pada masa Paku Buwono II (berkuasa 1726-1749). Dalam Serat Cebolek tersebut terdapat 2 tokoh yaitu Kyai Rifai yang dikenal dengan Rifa’iyah yang berkembang di daerah Batang Jawa Tengah.
Masa hidup beliau adalah sekitar abad XVIII atau sekitar pemerintahan susuhunan Amangkurat IV sampai dengan pemerintahan Paku Buwono II yaitu tahun 1727-1749 Masehi.
Peristiwa ini kejadiaannya kira-kira pada tahun 1725 Masehi.
Versi lain dalam persidangan dan tafsir mimpi tersebut Khotib Anom Kudus menang, sedangkan versi yang lain dimenangkan oleh pihak Syeh Ahmad Mutamakin.
BIOGRAFI SYEKH RONGGO KUSUMO
Lokasi: Terletak di Desa Ngemplak, Kecamatan Margoyoso,Kabupaten Pati, sebelah Barat Desa Kajen lebih kurang 2 Km.
Sejarah: K.Raden Ronggokusumo adalah putera K.Agung Meruwut yang juga masih keponakan KH.Ahmad Mutamakkin yang merupakan salah satu murid yang lain, ia diperintahkan untuk membuka tanah (menebang hutan) disebelah barat Desa Kajen. Perintah beliau dilaksanakan penuh tanggungjawab sehingga dalam waktu yang singkat (konon dalam waktu satu malam) tanah tersebut terlihat emplak-emplak, sehingga oleh beliau dinamai Desa NGEMPLAK. K.Raden Ronggokusumo menetap di Desa tersebut dan ia berjasa besar dalam menyiarkan Agama Islam.Setiap tanggal 10 Shafar, Hari Ulang Tahun atau Haul yang selalu dibanjiri oleh para zairin dari berbagai daerah.
diperingati dengan penuh hidmat.MAKAM SYECH RONGGO KUSUMO
Lokasi: Terletak di Desa Ngemplak, Kecamatan Margoyoso,Kabupaten Pati, sebelah Barat Desa Kajen lebih kurang 2 Km.
Sejarah:
K.Raden Ronggokusumo adalah putera K.Agung Meruwut yang juga masih keponakan KH.Ahmad Mutamakkin yang
merupakan salah satu murid yang lain, ia diperintahkan untuk membuka tanah (menebang hutan) disebelah barat Desa
Kajen.
Perintah beliau dilaksanakan penuh tanggungjawab sehingga dalam waktu yang singkat (konon dalam waktu satu
malam) tanah tersebut terlihat emplak-emplak, sehingga oleh beliau dinamai Desa NGEMPLAK.
K.Raden Ronggokusumo menetap di Desa tersebut dan ia berjasa besar dalam menyiarkan Agama Islam.Setiap tanggal
10 Shafar, Hari Ulang Tahun atau Haul yang selalu dibanjiri oleh para zairin dari berbagai dae
2. Khoul Syeh RonggoKusumo
K.Raden Ronggokusumo adalah putera K.Agung Meruwut yang juga masih keponakan KH.Ahmad Mutamakkin yang merupakan salah satu murid yang lain, ia diperintahkan untuk membuka tanah (menebang hutan) disebelah barat Desa Kajen. Perintah beliau dilaksanakan penuh tanggungjawab sehingga dalam waktu yang singkat (konon dalam waktu satu malam) tanah tersebut terlihat emplak-emplak, sehingga oleh beliau dinamai Desa NGEMPLAK. K.Raden Ronggokusumo menetap di Desa tersebut dan ia berjasa besar dalam menyiarkan Agama Islam.Setiap tanggal 10 Shafar, Hari Ulang Tahun atau Haul yang selalu dibanjiri oleh para zairin dari berbagai daerah. Makam beliau terletak di Desa Ngemplak, Kecamatan Margoyoso,Kabupaten Pati,.
2. Makam RONGGOKUSUMO
• Lokasi Di Desa Kajen Kec. Margoyoso.
• Obyek wisata yang dikunjungi Makam dan Masjid.
• Waktu kunjungan 60 menit (09.15 s/d 10.15)
• R. Ronggokusumo merupakan keturunan dari Sultan Demak, sebelum Membuat Masjid dan mengajarkan agama islam beliau adalah kepala perampok yang menjadi pengawasan dan buronan dari Sunan Mangkurat. Setelah Beliau bertemu dengan K.H. Achmad Mutomakin kemudian disuruh membuka hutan dan diajari temtang agama Islam sehingga tabiatnya berubah menjadi baik.
BIOGRAFI MBAH MIZAN
Sosok seorang ahli tasawwuf termasuk salah satu murid syaikh ahmad mutammakin yang bertempat
tinggal di sumerak margoyoso pati untuk menyebarkan agama pada penduduk desa tersebut yang
dulunya jauh dari kehidupan yang beragama dan mempunyai kebiasaan minum arak bisa beliau tuntun
ke jalan yang benar dengan kesabaran dan kebijaksanaan beliau.
MASA KECIL
beliau mempunyai nama asli raden gemi salah satu putra dari abdul qohar ngampel blora yang berasal
dari daerah tuban.beliau lahir pada tahun 1729M.semasa kecil,beliau menuntut ilmu dan mengabdi dengan
syaikh ahmad mutammakin.namun setelah beliau resmi menjadi salah satu murid syekh ahmad mutammakin
namanya di rubah menjadi mizan.selain menjadi murid syaikh ahmad mutammakin beliau juga masih ada hubungan keluarga dengan syaikh ahmad mutammakin yaitu sebagai ponakan.
asal mula silsilah antara mbah mizan dan syaikh ahmad mutammakin adalah yang pertama abdul qohar mempunyai putra yang bernama raden gemi atau mbah mizan kemudian yang kedua syaikh ahmad mutammakin
mempunyai putra yang bernama mbah hendro yang bertempat di desa gambiran pati kemudian ki ageng ruwet /mruwut mempunyai putra yang bernama mbah ronggo kusumo.jadi selain menjadi murid syekh ahmad mutammakin beliau juga menjadi ponakan syaikh ahmad mutammakin dari seorang kakak beradik yang bernama abdul qohar dan syaikh ahmad mutammakin.
sejak kecil mbah mizan sudah tampak kecerdasanya,beliau rajin,disiplin dan selalu patuh pada perintah gurunya.pernah suatu hari mbah mizan di hukum oleh syaikh ahmad mutammakin.beliau diutus untuk mengisi
bak mandi melalui keranjang,meskipun begitu bak mandinya penuh"'.tutur mbah sutomo selaku juru kunci
makam mbah mizan.
MENGINJAK REMAJA
setelah lama beliau menuntut ilmu dan mengabdikan diri pada guru beliau yaitu syekh ahmad mutammakin beliau menjadi kepercayaan syekh ahmad mutammakin.bahkan tak jarang beliau diajak untuk
mengambil keputusan oleh syekh ahmad mutammakin dalam memutuskan suatu perkara.karena beliau
adalah sosok yang sederhana dan bijaksana yang menjadikan gurunya sangat menyayanginya.
pada suatu ketika setelah syekh ahmad mutammakin sudah menganggap cukup pengabdian mbah mizan
kepada beliau,beliau mengutusmbah mizan untuk pergi ke desa sumerak yang terletak di sebelah utara
kurang lebih 5 kilometer dari desa kajen yang dulunya desa itu jauh dari kehidupan beragama.bahkan
warga desa tersebut mempunyai kebiasaan minum arak.namun setelah mbah mizan tinggal di desa
sumerak,arak yang biasa diminum warga desa tersebut meledak dengan sendirinya.dan kejadian itu
nyata sekali.kemudian bagi siapa saja yang ingin sembuh harus meminta maaf kepada beliau melalui
juru kuncinya.bahkan sangkin tidak sukanya mbah mizan dengan arak lampu yang mengandung
alkohol tidak bisa dinyalakan.selain itu beliau juga berhasil menjadikan islam orang yang dulunya beragama
kristen.
MASA DEWASA
beliau menikah dengan seorang wanita yang bernama mbah murni.dalam kehidupanya beliau lebih dikenal
dengan sosok yang ahli dalam bidang tasawwuf.untuk mengisi waktunya selain digunakan untuk membaca
kitab-kitab juga digunakan untuk bersama keluarga.
beliau di kenal orang dengan sosok tokoh sederhana yang mempunyai karomah.diantaranya:bisa mengambil air dengan keranjang,dan karena beliau sangat tidak suka arak,dengan sendirinya arak itu
meledakwaktu berjalan dengan cepat hari berganti bulan,bulan berganti tahun,satu tahun tumbuh menjadi
beberapa tahun,yang menjadikan masa kanak-kanak menjadi masa remaja,masa remaja menjadi masa dewasa,masa dewasa menjadi masa tua.dan.pada waktu beliau berumur 53 tahun beliau dipanggil untuk kembali ke rahmatullah.tepatnya pada tahun 1782.inna lillahi wa inna ilaihi rijiun.dan sampai saat ini warga
desa sumerak memperingati haul mbah mizan pada tgl 12robi'ul awwal.
Biografi Muhammad Hendro Kusumo
Tokoh ini merupakan putra KH Muttamakin ( ulama besar yang sangat terkenal di daerah Pati dan sekitarnya ). Kedatangan Mbah Hendro abad ke-18 ( begitu julukannya ) di Gambiran adalah untuk menuntut ilmu dan sekaligus membantu mengembangkan agama Islam di Gambiran. Sudah menjadi kebiasaan di kalangan keluarga santri, anaknya akan dipondokkan kepada kyai lain, bahkan sebelum menggantikan posisi bapaknya, kadangkala ia harus mengenyam pendidikan di pondok pesantren lebih dari satu kali. Ternyata Mbah Hendro merasa kerasan tinggal di Gambiran sampai akhir hayatnya beliau dimakamkan di Kajen, Gambiran, Sukoharjo, Margorejo, Pati. Kompleks makam Mbah Hendro terletak di tepi sungai Gambiran. Makam seluas 0,8 ha ini baru ditemukan oleh masyarakat pada tahun 1972. Sebelum ditemukan, makam ini seperti gerumbul, ditumbuhi semak belukar sehingga tidak nampak sebagai makam. Penemuan makam ini diawali mimpi oleh seseorang, kemudian orang ini mencari daerah itu, dan berhasil menemukannya. Selanjutnya penemuan makam ini dikonfirmasi pada keluarga besar KH Muttamakin, dan akhirnya pihak keluarga membenarkan bahwa makam ini benar makam Mbah Muhammad Hendro Kusumo, dan selanjutnya dibersihkan dan dipugar sehingga layak untuk diziarahi.
Sebagai bentuk penghormatan kepada beliau, maka setiap tanggal 27 Rajab, masyarakat Desa Sukoharjo bersama dengan keluarga besar Mbah KH Muttamakin mengadakan Khoul. Hampir dapat dipastikan acara khoul ini akan dihadiri oleh seorang tokoh nasional yang masih keturunan Mbah Muttomakin yakni KH Sahal Mahfudz ( Ketua Syuriah PB NU ). Biaya pelaksanaan khoul pada awalnya ( 1973 ) ditanggung oleh pihak keluarga, mulai tahun 2000 ditanggung pihak keluarga dan masyarakat Desa Sukoharjo dan sejak tahun 2007 seluruh biaya ditanggung oleh masyarakat Desa Sukoharjo. Biaya ini berasal dari pihak desa, donatur, infak shodaqoh para peziarah dan hasil lelang kelambu atau kain yang dipasang untuk menutupi makam Mbah Muttamakin. Pelaksanaan lelang kelambu ini seperti mengikuti lelang pada umumnya, yaitu barang itu ditawarkan kepada para peziarah, yang menawar dengan harga tertinggi itulah yang akan ditetapkan sebagai pemenang lelang. Dari hasil lelang kelambu, panatia akan memperoleh uang yang lumayan banyak sehingga uang ini dapat digunakan oleh biaya operasional makam selama satu tahun anggaran.
Sebelum hari puncak pelaksanaan khoul, tiga hari ( 3 ) sebelumnya diadakan berbagai kegiatan, mulai dari pembacaan shalawat burdah, pembacaan Manaqib Syeik Abdul Qodir Jaelani, khataman Al-Qur’an baik secara bil-nadhor maupun bil-ghoib, pembacaan Surat Yasin dilanjutkan dengan tahlil dan akhir acara ditutup dengan melaksanakan pengajian umum dengan mendatangkan dai dari luar daerah.
Kegiatan khoul dihadiri oleh ribuan pengunjung atau peziarah. Mereka datang dari berbagai pelosok wilayah kabupaten Pati, baik dari keturunan darah maupun yang merasa pernah berguru atau menjadi santri dari keturunan Mbah Muttamakin. Mulai hari pertama pelaksanaan kegiatan khoul, sampai dengan hari terakhir, pengunjung diperkirakan mencapai 5000 orang. Konsumsi yang dibagikan berasal dari shodaqoh warga begitu juga ketika hari H pelaksanaan khoul ada tradisi membagi nasi bungkusan yang berasal dari warga Sukoharjo. Para peziarah tidak jarang saling memperebutkan nasi ini, ada keyakinan bahwa nasi ini memiliki berkah atau manfaat bagi yang membutuhkannya sesuai dengan kepentingannya. Seorang petani akan memandang nasi dapat menyuburkan tanaman pertaniannya, seorang pedagang memandang nasi ini dapat melariskan dagangannya, bahkan orang yang memiliki penyakit tertentu akan merasa bahwa nasi ini akan menjadi obat.
Dapat cerita dr mana ini? Mana ada saridin hidup di kajen? Rada2 ngawur
BalasHapus